Lawu
Wednesday, 20 May 2015
Add Comment
Menggapai Gunung Lawu Via Candi Cetho
Kembali membuka jendela ruang masa lalu
Diantara malam menyapa mentari
Ia yang datang menghampiriku
Ku yang rindu minta dobati ..
Ada crita yang tersembunyi
Diantara kemelut malam,ku coba kembali menyapa mu dalam crita, [crita rindu] Rindu pada cerita-cerita yang ku urai namun tak terurai detai sedetail peristiwa yang tertlintas di waktu dulu,
Ya.. dulu..."Pendakian Gunung Lawu"
Diantara malam menyapa mentari
Ia yang datang menghampiriku
Ku yang rindu minta dobati ..
Ada crita yang tersembunyi
Diantara kemelut malam,ku coba kembali menyapa mu dalam crita, [crita rindu] Rindu pada cerita-cerita yang ku urai namun tak terurai detai sedetail peristiwa yang tertlintas di waktu dulu,
Ya.. dulu..."Pendakian Gunung Lawu"
![]() |
Candi Cetho |
Map Candi Cetho
.......
Berkumandang panggilan untuk tetap mengingat sang pencipta di penghujung senja dengan berserakan perlatana guna perjalanan untuk kesekian kali. Ini mungkin sedikit berbeda dari yang sebelumnya kita rencanakan. Selebihnya ada hal yang kita tidak akan tahu kalau kita hanya membayangkan dalam seminggu terakhir.
“Magriban dulu”
“iya bu” sambil mengakhiri kemasan terakhir berupa logistik yang sengaja ku sisakan ruang kosong di tas karir kesayangan.
“Berangkat dulu bu.. minggu depan pulang ,kalau tidak kamis ya jumat”
“Ati aiti ning ndalan”
“Inggih bu Assalamualaikum”
“Walaikumsalam”
Sementara ada yang sejak lama mununggu kedatanganku tak jauh dari rumah hanya saja masih dalam satu daerah yang berdekatan dikecamatan yang sama. Dengan pangetu kedua orang tuamu dan akhirnya keberangkatan dimulai sekitar satu jam lebih awal dari perkiraan semula jam 19.00 dari Temanggung. Perjalanan menggunakan sepeda motor sayangnya di tengah perjalanan terhalang macet di kawasan Pringsurat-Semarang. Rute yang kami sengaja ambil tidak melewati jalur alternative melainkan dari Temanggung-Pringsurat-Banyubiru-Jb-Boyolali-Solo-karanganyar- Pasar kemuning- C.cetho
Sepertinya malam tak selalu sepi dan gelap dari sini ku sempatkan pandangan tak selamanya lurus kedepan terkadang deretan muda mudi kerlap kerlip lampu di sepanjang jalan menambah eksotis jaman sekarang. Yah kupikir ini sewajarnya lantaran sabtu malam .Ku bukan orang dari mereka meskipun hanya sekali terlewat di sepanjang jalan Slamet Haryadi. Entah apa yang mereka obrolkan dengan segala bentuk alasan untuk tetap mengisi sepanjang jalan dan menikmati makanan yang mereka pesan sampai waktu makan lebih lama dari perjalanan temanggung –solo.
terlallu lama mengobrolkan mereka.. ah ku manusia biasa@
Ada baiknya kita istirahat sambil menata ulang barang bawaan yang semestinya kita tambahi lantaran logistik, mungkin kita perlu menambahkan semisal buah buahan pikirku dan pikiran kami sama. Perjalanan esok pagi kurang lebih 9 jam perjalanan berjaga jaga saja siapa tahu kita dehidrasi lantaran medan survey belum pernah kita jamah sebelumnya. Perjaanana berlanjut setelah istirahat sejenak di dekat kampus universitas sebelas maret. Lanjutkan kendaraan tempuh di kecepatan 60 km/jam melewati tanjakan kearah Tawangmangu. Sebentar GPS menunjukan arah Pasar Kemuning berada di sebelah kiri.begitulah yang ia utarakan dengan modal navigasi berbasis gps mobie kami harus berbeok kiri dengan dasar ada plang gapuro arah candi cetho. Malam sengaja membutakan tulisan tulisan petunjuk jalan,terang saja waktu itu jam 11 malam tak ada orang dan tanda-tanda kehidupan setelah melewati pasar kemuning menuju arah kebun teh di ketinggian yang cukup lumayan. Hamparan lampu kota dari arah barat daya ku pikir itu kota solo dan sekitarnya. Cukup menarik tak ingin mempercepat laju sepeda. Ah ini terlalu saying bila harus dilewatkan secepat ini. Kau sepertinya tak ada kata kata yang harus dikomentari layaknya aku yang dari tadi tak lepas kiri kanan yang jelas ini yang di sebut kebun teh karangganyar daerah kemuning. Baiklah Sepertinya harus berlanjut, pastikan candi ceto tak kalah menarik pikirku di pagi buta. Sebenarnya rencana dari awal kita bisa singgah sebentar di bascamp G lawu via cetho atau sekedar camp di kebun teh, akan tetapi entah kenapa pada malam yang sekarang tak ada kawan pendaki yang sama tujuan untuk menyusuri pendakian via jalur yang satu ini. Baiklah kita sudah sampai tepat di pintu gerbang sebuah bangunan tua, ku pikir ini sebuah candi yang banyak orang bilang bahwa disini start pendakian. Sementara jam sudah menunujukan sekitar jam setengah 12 malam. Kita sepakati pendakian mala mini tetapi bagaimana dengan kendaraan yang harus kemana dititipkan?baiklah kita coba ketuk rumah warga setempat siapa tahu mau untuk dijadikan tempat parkir sementara. Ada rumah sederhana dan layaknya rumah penduduk yang sudah lama berdiri hal itu ku lihat dari jenis bangunan yang cukup lain dengan yang lain, mirip halnya rumah di kampunghalaman dengan banyak pintu memanjang hal ini yang menguatkan pikiran untuk ku buka saja pintunya dengan mengetuk pintu siapa tahu masih ada yang terjaga.
Seakan kehilangan jejak antara kemana dan harus bagaimana ini malam yang tak semestinya tamu berkunjung, Terlalu malam pikirku sejenak. Takut di antara kami hanya akan terjadi dugaan yang tidak-tidak sebagai orang yang asing berkeliaran di malam buta dengan tas karir sempoyongan tengok kanan dan kiri.namanya juga seorang backpacker tak masalah pikirku, orang yang berpergian dengan segala bentuk resiko kami siap bertanggung jawab atas pertanyaan orang yang mengganggap keberadaan kami terlalu asing. Tapi akan beda bila di wilayah tersebut sering di kunjungi seorang yang hendak melakukan pendakian. Dan keberuntungan ternyata ada di pihak kami.
“Silahkan masuk nak” begitulah tuan rumah mempersilahkan kami masuk dengan khas orang tua separuh baya,cukup ramah untuk ku katakana sambutan yang hangat di malam yang tak sehangat dari biasanya.
“inggih bu, bapake wonten bu?”
“wah pak ne lagi metu ki lha kepiye”
“bu, kulo puniko rencana badhe munggah gunung Lawu bu?. Puniko badhe sembrono menawi sepeda motor saget kulo titipke wonten griyo mriki”
“Lha wong piro nak kok bengi-bengi lagi tekan ?”
“tiyang kaleh bu, puniko kulo saking temanggung, nyuwun pangapunten ndalu ndalu mengganggu istirahate ibu sekalian keluargo”
“tok wong loro ki ?, ora opo opo, wes lebokne motore, istirahat sik kene lho” ujar beliau yang mempersilahkan kami untuk istirahat sejenak, ini kesempatanku untuk memasukan sepeda motor dan bertanya lebih jauh tentang lokasi dan bagaimana medan yang harus kami tempuh mala mini.tentunya hal itu kami sengaja karena resiko terburuk kami harus mendirikan tenda entah di jam berapa nanti sambil perjalanan.
“Lha. Ojo munggah wengi-wengi suk gasik wae budale akeh kewan kang ganggu yen kok wengi-wengi nekad mlaku” sekejab ku renungkan dulu begitulah kalimat yang keluar dari ibu tuan rumah pada kami
“nginep kene wae lho, sek tak resikane ngarep tv, bapake lagi lungo ki mbuk kok during muleh wes wengi ki” ujar beliau
“iya bu” jawab rekanku
“sepertinya kita harus istirahat dulu, kita belum ketemu dengan bapaknya masalahe toh juga kita perlu menanyakan hal yang perlu kita tanyakan untuk keberangkatan besok, tak mungkin kita membabi buta menerjang malam tanpa tahu kemana jalan menuju puncak yak an?”
“Sepertinya begitu”
Waktu terkadang terlalu cepat untuk diajak berpikir dan mendiskusikan antara bayangan selama kami di perjalanan tadi dari rumah hingga saat itu, sampai dimana pikiranku malam itu terlalu sulit diceritakan sepertinya udara malam di kawasan candi cetho cukup dingin dan gelap remang remang hasil dari cahaya lampu lima watt an, tak lepas dari itu sepasang SB kami buka di tambah sedikit percakapan entah ini mengigau atau sekedar kata kata pengisi kesunyian malam. Sepertinya dunia ini sedang mempersilahkan kami untuk berlibur melupakan penat rutinitas yang memaksa otak untuk tetap berpikir dan tuntutan pekerjaan untukmu serta tuntutan dosen bagiku. Malam yang cepat berlalu dengan mata tak sadar harus terbuka setelah beberapa jam tak sadar.
“Semoga perjalaan kami lancar tanpa ada halangan apapun, niat dari awal tak ada yang lebih menarik kecuali mencari ridhomu lebih dekat dengan ciptaanmu dan ala mini sebagai saksi keberasaanku untuk tetap bersyukur atas segala karuniamu ku dilahirkan hidup” selepas salam dua rekaat kami sempatkan berdoa pada Gusti Pangeran atas apa yang akan terjadi dan semua berharap akan baik-baik saja.
“Pak Darno kulo badhe pamit menawai manggkeh ndalu mugi-mugi sampun wonten puncak mbok menawi ngenjinge sonten saged sowan mriki maleh kanthi mboten wonten alangan”
Pak darno istri bu darno itu sebutan untuk kami kepada beliau selaku tuan rumah yang mempersilahkan kami berbincang lebih lama dan menanyakan rute di pendakian kali ini, kami merencanakan perjalanan yang harus di tempuh kurang lebih 9 jam dari sini, selebihnya turun melalui jalur cemoro sewu jadi bagaimana caranya kami di hari ke dua bisa sampai sini untuk mengambil kendaraan dan melaporkan pada pak darno bahwa kami baik baik saja.
“Owh ya ati ati yow nak mugo-mugo ora ono alangan opo-opo”
Sungkem pamit kami lakukan selayaknya orang tua yang berpesan kapada kamiuntuk tetap menjaga diri dan selalu ingat apapun yang akan kita lakukan selalu jangan bertindak gegabah dan bertanggung jawab atas resiko. Dan insallah kami akan baik-baik saja.
Pagi yang tak seperti biasanya bukan? Ini tentang sebuah bangunan yang tadi malam kita bicarakan, sepertinya ini candi cetho dengan bangunan khas yang cetho alias jelas, sampai ku makin jelas menatap wajah yang berseri seri dipagi hari dengan senyuman yang tak kalah dari senyumanku. Itu senyumanmu
Tumpukan sebuah batu diawali dengan terundakan atau tangga dari batu berjajar di tumpuk dan di depan terdapat sebuah patung, dan lanjut berderetan tangga dari batu semakin nanjak untuk mengantar kami de sebuah gerbang dengan jalan yang di apit dua bangunan tingggi, ini pintu gerbangnya, pikirku nampak begitu simetris bila ku harus menarik pandangan tepat di antara dua bangunan di atas tangga paling bawah. Begitulah sejak zaman dahulu sebenarnya bangsa Indonesia khususnya leluhur sudah paham ilmu ukur dengan besaran yang mereka tentukan sendiri. Terkadang Cuma menelan ludah begitu orang jaman dahulu tetap mau berkarya dengan sebuah batu dan menjadikan sebuah tempat sebagai bentuk hasil pemikiran nilai budaya serta keyakinan spiritual. Cukup ndre kita terlalu asyik berfoto dan menikmati mentari yang terlalu pagi untuk kita sia-siakan ekplorasi daerah ini. Baiklah kenapa tidak kita lebih baik berjalan jalan dan menikmati sesuatu yang tak kita temukan di setiap harinya.
Setiap langkah kami seakan akan tak kami rencanakan untuk 1 jam dari tadi entah harus kemana. Sementara waktu masih terlalu pagi, sepertinya Puri Saraswati dan candi ketek menarik langkah kami. Yah kami terlalu pertama untuk menjadi wisatawan di pagi hari jadi tak ada info apa apa kecuali apa yang bisa kami lihat saja dan kami simpulkan sendiri.
Kesimpulan sementara dari berbagai info sebelumnya bila candi cetho di bangun atas dasar corak agama Hindu pada akhir peninggalan kerajaan Majapahit. Lokasi berada di Dukuh Cetho, Desa Gemeng, Kec. Jenawi, Kab. Karang Anyar ,Prov.Jawa Tengah. Dengan ketinggian kurang lebih 1400 Mdpl.
Pos 1 dari Candi Cetho berjalan santai briek sarapan , waktu tempuh perjalanan kurang lebih 1 jam menuju Pos II
Pos II waktu tempuh 2 jam menuju Pos III istirahat “ngantuk bu”
Pos III lanjutkan pantang menyerah
Pos IV istirahat kepanasan .. sampai di cemoro kembar sholat dhuhur +ashar
Pos V (bulak peperangan) serta pemandangan sabana dan gupakan menjangan khas sabana Via candi cetho
Camp di Puncak hargo dumilah 3265 Mdpl sekitar jam 20.00
Teringat, malam hanya ada satu tenda milik kami yang terjadi hanya suara angin dan suara obrolan kami pengisi dingin malam. Sepertinya kopi dan rokok hanya temanku di waktu ku diam tak tahu lagi apa topic yang terhangat sampai pagi buta menjadikan istirahat malam secepat waktu kami menghabiskan kopi bersama. Dalam renungan semalam ku masih saja merasa ada hal yang patut kita syukuri kesempatan dan sebuah pengalaman yang menjadikan kelak sebuah pembelajaran bahwa kita benar-benar pernah melewati hutan tanpa ujung dan disanalah Cuma ada satu keyakinan ujung yang kita cari tak lebih panjang dari ujung permasalahan yang kita hadapi. Dalam artian ujung dan pangkal ketika sudah berada di tengah tengah kita Cuma dihadapkan persoalan kitasendiri akan menyikapi bisa saja kita anggap masih panjang atau masih sebentar lagi. Semata mata semua itu tergantung kita yang menyikapi. Dalam berproses kita terkadang masih merasa ketidakyakinan pada dirikitasendiri dalam upaya menjalaninya yang tertuang dalam ujud keluhan baik mengeluh lantaran stamina, medan sampai mengeluh karena kejadian alam yg tak bisa diprediksi. Maka daripada itu dalam segi persiapan diri kami mempertimbangkan resiko terburuk bila terjadi sampai semua diupayakan dalam keadaan safety, fit serta tanpa keraguan disetiap pengambilan keputusan.
Baiklah selamat pagi mentari dan selamat pagi bentang pegunungan Indonesia dengan segala kerendahan hati sujudku padaMu ku ucapkan rasa Syukur dan trimakasih atas segala nikmat dan kesempatan bisa berhadapan langsung akan CiptaanMu.bersama kawan pendaki rindi antika trimakasih segala sesuatu yang tak bisa kusebutkan atas adamu dan segala bentuk usaha agar tetap selalu menikmati perjalanan kali ini.
Hampir jam 9 kami sudah siap berkemas menuju hargo dalem tempat petilasan prabu brawijaya serta berkesempatan sarapan di sekitar warung sendang macan. Baiklah semua sudah siap tinggal perjalanan pulang via cemoro sewu. Lanjutt
Pada waktu turun lewat jalur cemoro sewu kami berpapasan dengan banyak pendaki lantaran jalur pendakian kebanyakan lewat jalur cemoro sewu dan cemoro kandang. Yah begitulah semakin banyak pendaki semakin banyak kita menemukan sampah. Ah apa daya gunung sudah menjadi ajang orang-orang tak bertanggung jawab naik hanya akan meninggalkan jejak logistic mereka. Tentunya plastic dan botol air mineral.entah nasibmu 100 tahun lagi seperti apa.
Bawa turun sampahmu bentuk pertanggung jawaban kau pada gunung !!
Itu yg masih ku ingat sampai sekarang sebagai seorang yang hobi dengan pendakian. Setidaknya semboyan pecinta alam tetap dipatui ya kan? Colek si rindi antika … :D
Cemoro sewu-naik angkutan sampai pertigaan masuk gapura kawasan candi cetho-ganti bus mini sampai pasar kemuning-ngojek sampai candi cetho.. ciaattt semangat bro!!
“Alhamdullilah pak, sampun purno kulo saged sowan mriki maleh mbok menawi kapan-kapan kulo saged sowan mriki maleh mugi-mugi sehat kangge bapak ibu,piniko kulo bade mantuk nyuwun pamit lan maturnuwun sakderengipun“ begitulah kalimat yang kira kira singkatnya kami utarakan sebagai bentuk rasa trimakasih serta harapan bisa bertemu lagi dilain kesempatan semoga selalu baik-baik saja.
“Magriban dulu”
“iya bu” sambil mengakhiri kemasan terakhir berupa logistik yang sengaja ku sisakan ruang kosong di tas karir kesayangan.
“Berangkat dulu bu.. minggu depan pulang ,kalau tidak kamis ya jumat”
“Ati aiti ning ndalan”
“Inggih bu Assalamualaikum”
“Walaikumsalam”
Sementara ada yang sejak lama mununggu kedatanganku tak jauh dari rumah hanya saja masih dalam satu daerah yang berdekatan dikecamatan yang sama. Dengan pangetu kedua orang tuamu dan akhirnya keberangkatan dimulai sekitar satu jam lebih awal dari perkiraan semula jam 19.00 dari Temanggung. Perjalanan menggunakan sepeda motor sayangnya di tengah perjalanan terhalang macet di kawasan Pringsurat-Semarang. Rute yang kami sengaja ambil tidak melewati jalur alternative melainkan dari Temanggung-Pringsurat-Banyubiru-Jb-Boyolali-Solo-karanganyar- Pasar kemuning- C.cetho
Sepertinya malam tak selalu sepi dan gelap dari sini ku sempatkan pandangan tak selamanya lurus kedepan terkadang deretan muda mudi kerlap kerlip lampu di sepanjang jalan menambah eksotis jaman sekarang. Yah kupikir ini sewajarnya lantaran sabtu malam .Ku bukan orang dari mereka meskipun hanya sekali terlewat di sepanjang jalan Slamet Haryadi. Entah apa yang mereka obrolkan dengan segala bentuk alasan untuk tetap mengisi sepanjang jalan dan menikmati makanan yang mereka pesan sampai waktu makan lebih lama dari perjalanan temanggung –solo.
terlallu lama mengobrolkan mereka.. ah ku manusia biasa@
Ada baiknya kita istirahat sambil menata ulang barang bawaan yang semestinya kita tambahi lantaran logistik, mungkin kita perlu menambahkan semisal buah buahan pikirku dan pikiran kami sama. Perjalanan esok pagi kurang lebih 9 jam perjalanan berjaga jaga saja siapa tahu kita dehidrasi lantaran medan survey belum pernah kita jamah sebelumnya. Perjaanana berlanjut setelah istirahat sejenak di dekat kampus universitas sebelas maret. Lanjutkan kendaraan tempuh di kecepatan 60 km/jam melewati tanjakan kearah Tawangmangu. Sebentar GPS menunjukan arah Pasar Kemuning berada di sebelah kiri.begitulah yang ia utarakan dengan modal navigasi berbasis gps mobie kami harus berbeok kiri dengan dasar ada plang gapuro arah candi cetho. Malam sengaja membutakan tulisan tulisan petunjuk jalan,terang saja waktu itu jam 11 malam tak ada orang dan tanda-tanda kehidupan setelah melewati pasar kemuning menuju arah kebun teh di ketinggian yang cukup lumayan. Hamparan lampu kota dari arah barat daya ku pikir itu kota solo dan sekitarnya. Cukup menarik tak ingin mempercepat laju sepeda. Ah ini terlalu saying bila harus dilewatkan secepat ini. Kau sepertinya tak ada kata kata yang harus dikomentari layaknya aku yang dari tadi tak lepas kiri kanan yang jelas ini yang di sebut kebun teh karangganyar daerah kemuning. Baiklah Sepertinya harus berlanjut, pastikan candi ceto tak kalah menarik pikirku di pagi buta. Sebenarnya rencana dari awal kita bisa singgah sebentar di bascamp G lawu via cetho atau sekedar camp di kebun teh, akan tetapi entah kenapa pada malam yang sekarang tak ada kawan pendaki yang sama tujuan untuk menyusuri pendakian via jalur yang satu ini. Baiklah kita sudah sampai tepat di pintu gerbang sebuah bangunan tua, ku pikir ini sebuah candi yang banyak orang bilang bahwa disini start pendakian. Sementara jam sudah menunujukan sekitar jam setengah 12 malam. Kita sepakati pendakian mala mini tetapi bagaimana dengan kendaraan yang harus kemana dititipkan?baiklah kita coba ketuk rumah warga setempat siapa tahu mau untuk dijadikan tempat parkir sementara. Ada rumah sederhana dan layaknya rumah penduduk yang sudah lama berdiri hal itu ku lihat dari jenis bangunan yang cukup lain dengan yang lain, mirip halnya rumah di kampunghalaman dengan banyak pintu memanjang hal ini yang menguatkan pikiran untuk ku buka saja pintunya dengan mengetuk pintu siapa tahu masih ada yang terjaga.
Seakan kehilangan jejak antara kemana dan harus bagaimana ini malam yang tak semestinya tamu berkunjung, Terlalu malam pikirku sejenak. Takut di antara kami hanya akan terjadi dugaan yang tidak-tidak sebagai orang yang asing berkeliaran di malam buta dengan tas karir sempoyongan tengok kanan dan kiri.namanya juga seorang backpacker tak masalah pikirku, orang yang berpergian dengan segala bentuk resiko kami siap bertanggung jawab atas pertanyaan orang yang mengganggap keberadaan kami terlalu asing. Tapi akan beda bila di wilayah tersebut sering di kunjungi seorang yang hendak melakukan pendakian. Dan keberuntungan ternyata ada di pihak kami.
“Silahkan masuk nak” begitulah tuan rumah mempersilahkan kami masuk dengan khas orang tua separuh baya,cukup ramah untuk ku katakana sambutan yang hangat di malam yang tak sehangat dari biasanya.
“inggih bu, bapake wonten bu?”
“wah pak ne lagi metu ki lha kepiye”
“bu, kulo puniko rencana badhe munggah gunung Lawu bu?. Puniko badhe sembrono menawi sepeda motor saget kulo titipke wonten griyo mriki”
“Lha wong piro nak kok bengi-bengi lagi tekan ?”
“tiyang kaleh bu, puniko kulo saking temanggung, nyuwun pangapunten ndalu ndalu mengganggu istirahate ibu sekalian keluargo”
“tok wong loro ki ?, ora opo opo, wes lebokne motore, istirahat sik kene lho” ujar beliau yang mempersilahkan kami untuk istirahat sejenak, ini kesempatanku untuk memasukan sepeda motor dan bertanya lebih jauh tentang lokasi dan bagaimana medan yang harus kami tempuh mala mini.tentunya hal itu kami sengaja karena resiko terburuk kami harus mendirikan tenda entah di jam berapa nanti sambil perjalanan.
“Lha. Ojo munggah wengi-wengi suk gasik wae budale akeh kewan kang ganggu yen kok wengi-wengi nekad mlaku” sekejab ku renungkan dulu begitulah kalimat yang keluar dari ibu tuan rumah pada kami
“nginep kene wae lho, sek tak resikane ngarep tv, bapake lagi lungo ki mbuk kok during muleh wes wengi ki” ujar beliau
“iya bu” jawab rekanku
“sepertinya kita harus istirahat dulu, kita belum ketemu dengan bapaknya masalahe toh juga kita perlu menanyakan hal yang perlu kita tanyakan untuk keberangkatan besok, tak mungkin kita membabi buta menerjang malam tanpa tahu kemana jalan menuju puncak yak an?”
“Sepertinya begitu”
Waktu terkadang terlalu cepat untuk diajak berpikir dan mendiskusikan antara bayangan selama kami di perjalanan tadi dari rumah hingga saat itu, sampai dimana pikiranku malam itu terlalu sulit diceritakan sepertinya udara malam di kawasan candi cetho cukup dingin dan gelap remang remang hasil dari cahaya lampu lima watt an, tak lepas dari itu sepasang SB kami buka di tambah sedikit percakapan entah ini mengigau atau sekedar kata kata pengisi kesunyian malam. Sepertinya dunia ini sedang mempersilahkan kami untuk berlibur melupakan penat rutinitas yang memaksa otak untuk tetap berpikir dan tuntutan pekerjaan untukmu serta tuntutan dosen bagiku. Malam yang cepat berlalu dengan mata tak sadar harus terbuka setelah beberapa jam tak sadar.
“Semoga perjalaan kami lancar tanpa ada halangan apapun, niat dari awal tak ada yang lebih menarik kecuali mencari ridhomu lebih dekat dengan ciptaanmu dan ala mini sebagai saksi keberasaanku untuk tetap bersyukur atas segala karuniamu ku dilahirkan hidup” selepas salam dua rekaat kami sempatkan berdoa pada Gusti Pangeran atas apa yang akan terjadi dan semua berharap akan baik-baik saja.
“Pak Darno kulo badhe pamit menawai manggkeh ndalu mugi-mugi sampun wonten puncak mbok menawi ngenjinge sonten saged sowan mriki maleh kanthi mboten wonten alangan”
Pak darno istri bu darno itu sebutan untuk kami kepada beliau selaku tuan rumah yang mempersilahkan kami berbincang lebih lama dan menanyakan rute di pendakian kali ini, kami merencanakan perjalanan yang harus di tempuh kurang lebih 9 jam dari sini, selebihnya turun melalui jalur cemoro sewu jadi bagaimana caranya kami di hari ke dua bisa sampai sini untuk mengambil kendaraan dan melaporkan pada pak darno bahwa kami baik baik saja.
“Owh ya ati ati yow nak mugo-mugo ora ono alangan opo-opo”
Sungkem pamit kami lakukan selayaknya orang tua yang berpesan kapada kamiuntuk tetap menjaga diri dan selalu ingat apapun yang akan kita lakukan selalu jangan bertindak gegabah dan bertanggung jawab atas resiko. Dan insallah kami akan baik-baik saja.
Pagi yang tak seperti biasanya bukan? Ini tentang sebuah bangunan yang tadi malam kita bicarakan, sepertinya ini candi cetho dengan bangunan khas yang cetho alias jelas, sampai ku makin jelas menatap wajah yang berseri seri dipagi hari dengan senyuman yang tak kalah dari senyumanku. Itu senyumanmu
Tumpukan sebuah batu diawali dengan terundakan atau tangga dari batu berjajar di tumpuk dan di depan terdapat sebuah patung, dan lanjut berderetan tangga dari batu semakin nanjak untuk mengantar kami de sebuah gerbang dengan jalan yang di apit dua bangunan tingggi, ini pintu gerbangnya, pikirku nampak begitu simetris bila ku harus menarik pandangan tepat di antara dua bangunan di atas tangga paling bawah. Begitulah sejak zaman dahulu sebenarnya bangsa Indonesia khususnya leluhur sudah paham ilmu ukur dengan besaran yang mereka tentukan sendiri. Terkadang Cuma menelan ludah begitu orang jaman dahulu tetap mau berkarya dengan sebuah batu dan menjadikan sebuah tempat sebagai bentuk hasil pemikiran nilai budaya serta keyakinan spiritual. Cukup ndre kita terlalu asyik berfoto dan menikmati mentari yang terlalu pagi untuk kita sia-siakan ekplorasi daerah ini. Baiklah kenapa tidak kita lebih baik berjalan jalan dan menikmati sesuatu yang tak kita temukan di setiap harinya.
Setiap langkah kami seakan akan tak kami rencanakan untuk 1 jam dari tadi entah harus kemana. Sementara waktu masih terlalu pagi, sepertinya Puri Saraswati dan candi ketek menarik langkah kami. Yah kami terlalu pertama untuk menjadi wisatawan di pagi hari jadi tak ada info apa apa kecuali apa yang bisa kami lihat saja dan kami simpulkan sendiri.
Kesimpulan sementara dari berbagai info sebelumnya bila candi cetho di bangun atas dasar corak agama Hindu pada akhir peninggalan kerajaan Majapahit. Lokasi berada di Dukuh Cetho, Desa Gemeng, Kec. Jenawi, Kab. Karang Anyar ,Prov.Jawa Tengah. Dengan ketinggian kurang lebih 1400 Mdpl.
Pos 1 dari Candi Cetho berjalan santai briek sarapan , waktu tempuh perjalanan kurang lebih 1 jam menuju Pos II
Pos II waktu tempuh 2 jam menuju Pos III istirahat “ngantuk bu”
Pos III lanjutkan pantang menyerah
Pos IV istirahat kepanasan .. sampai di cemoro kembar sholat dhuhur +ashar
Pos V (bulak peperangan) serta pemandangan sabana dan gupakan menjangan khas sabana Via candi cetho
Camp di Puncak hargo dumilah 3265 Mdpl sekitar jam 20.00
Teringat, malam hanya ada satu tenda milik kami yang terjadi hanya suara angin dan suara obrolan kami pengisi dingin malam. Sepertinya kopi dan rokok hanya temanku di waktu ku diam tak tahu lagi apa topic yang terhangat sampai pagi buta menjadikan istirahat malam secepat waktu kami menghabiskan kopi bersama. Dalam renungan semalam ku masih saja merasa ada hal yang patut kita syukuri kesempatan dan sebuah pengalaman yang menjadikan kelak sebuah pembelajaran bahwa kita benar-benar pernah melewati hutan tanpa ujung dan disanalah Cuma ada satu keyakinan ujung yang kita cari tak lebih panjang dari ujung permasalahan yang kita hadapi. Dalam artian ujung dan pangkal ketika sudah berada di tengah tengah kita Cuma dihadapkan persoalan kitasendiri akan menyikapi bisa saja kita anggap masih panjang atau masih sebentar lagi. Semata mata semua itu tergantung kita yang menyikapi. Dalam berproses kita terkadang masih merasa ketidakyakinan pada dirikitasendiri dalam upaya menjalaninya yang tertuang dalam ujud keluhan baik mengeluh lantaran stamina, medan sampai mengeluh karena kejadian alam yg tak bisa diprediksi. Maka daripada itu dalam segi persiapan diri kami mempertimbangkan resiko terburuk bila terjadi sampai semua diupayakan dalam keadaan safety, fit serta tanpa keraguan disetiap pengambilan keputusan.
![]() |
Puncak hargodumilah |
Baiklah selamat pagi mentari dan selamat pagi bentang pegunungan Indonesia dengan segala kerendahan hati sujudku padaMu ku ucapkan rasa Syukur dan trimakasih atas segala nikmat dan kesempatan bisa berhadapan langsung akan CiptaanMu.bersama kawan pendaki rindi antika trimakasih segala sesuatu yang tak bisa kusebutkan atas adamu dan segala bentuk usaha agar tetap selalu menikmati perjalanan kali ini.
Hampir jam 9 kami sudah siap berkemas menuju hargo dalem tempat petilasan prabu brawijaya serta berkesempatan sarapan di sekitar warung sendang macan. Baiklah semua sudah siap tinggal perjalanan pulang via cemoro sewu. Lanjutt
Pada waktu turun lewat jalur cemoro sewu kami berpapasan dengan banyak pendaki lantaran jalur pendakian kebanyakan lewat jalur cemoro sewu dan cemoro kandang. Yah begitulah semakin banyak pendaki semakin banyak kita menemukan sampah. Ah apa daya gunung sudah menjadi ajang orang-orang tak bertanggung jawab naik hanya akan meninggalkan jejak logistic mereka. Tentunya plastic dan botol air mineral.entah nasibmu 100 tahun lagi seperti apa.
Bawa turun sampahmu bentuk pertanggung jawaban kau pada gunung !!
Itu yg masih ku ingat sampai sekarang sebagai seorang yang hobi dengan pendakian. Setidaknya semboyan pecinta alam tetap dipatui ya kan? Colek si rindi antika … :D
Cemoro sewu-naik angkutan sampai pertigaan masuk gapura kawasan candi cetho-ganti bus mini sampai pasar kemuning-ngojek sampai candi cetho.. ciaattt semangat bro!!
“Alhamdullilah pak, sampun purno kulo saged sowan mriki maleh mbok menawi kapan-kapan kulo saged sowan mriki maleh mugi-mugi sehat kangge bapak ibu,piniko kulo bade mantuk nyuwun pamit lan maturnuwun sakderengipun“ begitulah kalimat yang kira kira singkatnya kami utarakan sebagai bentuk rasa trimakasih serta harapan bisa bertemu lagi dilain kesempatan semoga selalu baik-baik saja.
![]() |
Candi kethek |
Salam Lestari
Semarang 20 Mei 2015 late post
![]() |
Puncak Gunung Lawu Hargo Dumilah 3265mdpl |
0 Response to " Lawu"
Post a Comment
PERHATIAN:
Jika ada yang Ingin Anda Tanyakan Terkait Artikel di atas Silahkan Bertanya Melalui Kolom Komentar Berikut ini!, dengan Ketentuan :
1. Berkomentarlah dengan Sopan (No Spam, Sara dan Rasis).
2. Komentar di Moderasi, bila berkomentar tidak sesuai dengan kebijakan maka tidak di terbitkan!.
3. Centang kotak Notify Me / Beri Tahu Saya untuk mendapatkan notifikasi komentar.
4. Semoga bermanfaat =D